Teori Big Bang, terjadinya alam semesta?
anastasismedia.com – Teori Big Bang atau ledakan dahsyat menjadi sebuah teori yang menjelaskan awal mula terjadinya alam semesta secara Sains. Teori Ledakan dahsyat tersebut pertama kali dikekmukan oleh seorang ilmuwan kosmolog Abbe Lematre sekitar tahur 1920.
Menurutnya, alam semesta terbentuk karena akibat dari gumpalan atom raksasa yang memiliki suhu sangat panas yaitu sekitar 1 milyar sampai dengan 1 trilyun derajat celcius.
Gumpalan atom tersebut meledek secara dahsyat atau dentuman (dalam bahasa inggirs: Big Bang) besar yang terjadi sekiar 15 milyar tahun yang lalu.
Dentuman besar tersebut menyebabkan debu dan awan hidrogen menyebar, setelah ratusan juta tahun, maka debu dan awan hidrogen tersebut membentuk bintang-bintang dengan berbagai ukuran yang berbeda.
Benda-benda langit dan galaksi juga terbentuk secara hebat, karena memiliki lintasan dan keteraturan. Apakah keteraturan tersebut terjadi secara natural tanpa adanya kekuatan supranatural yang mengontrolnya? Ini sangat tidak mungkin.
Sebagai manusia yang beragama, tentu masing-masing mempercayai bahwa peristiwa tersebut terjadi karena Tuhan yang membentuk dan menciptakannya melalui mekanisme Tuhan sendiri.
Seharusnya, ilmu pengetahun membuat manusia semakin percaya akan kemahakuasaan Sang Maha Pencipta, bukan sebaliknya. Ilmu pengetahuan seringkali membuat seseorang hanya berpikir secara rasio saja, sehingga menolak adanya Tuhan dan menjadi atheis.
Teori Big Bang: Terjadinya alam semesta
Teori-teori tentang asal-usul terjadinya alam semesta secara sains memang sangat menarik untuk dipelajari, terutama Teori Big Bang. Para astronomi dan para ilmuwan bermunculan dan mencoba menjelaskan tentang terbentuknya alam semesta secara ilmiah.
Setidaknya, di abad modern ini tidak ada lagi yang jadul atau tidak memahami tentang perkembangan ilmu pengetahuan. Meskipun ada teori Darwin yang mengatakan bahwa manusia berasal dari kera, tetapi teori banyak mengalami penolakan.
Namun, yang terpenting adalah ilmu pengetahun telah sangat berkembang dan memberikan sumbangsih yang besar terhadap kehidupan manusia.
Pada prinsipnya, semua manusia tidak ada yang murni atheis, karena pengetahuan tentang adanya kuasa spritual sudah melekat pada diri manusia sejak lahir.
Pada perkembanganya, banyak orang yang mencoba melawan kodratnya. Ada saja orang yang menolak dan tidak percaya adanya Tuhan atau kuasa supranatural di luar keberadaannya dirinya.
Artikel ini tidak sedang berbicara tentang agama, melainkan bagaimana sains menjelaskan fenomena terjadinya alam semesta sampai dengan sekarang ini.
Sains atau ilmu pengetahuan selalu didasarkan pada sebuah teori dan bukti-bukti empiris sebagai landasan dalam menyusun sebuah hipotesis . Oleh sebab itu, untuk membuktikan kebenarannya, selalu ada penelitian secara berulang-ulang.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan bukti yang cukup dan sahih mengenai sebuah fenomena ataupun tentang segala sesuatu secara ilmiah.
Terjadinya alam semessta
Sains tidak pernah berbicara mengenai asumsi-asumsi yang tanpa dasar, artinya bahwa teori tersebut harus di uji secara berulang-ulang, sehingga mendapatkan informasi yang kuat dan dapatkan di buktikan secara ilmiah.
Meskipun demikian, sebuah teori bukanlah satu-satunya kebenaran yang mutlak. Karena sebuah teori bisa disanggah dengan penemuan atau penelitian yang baru.
Jika demikian, bagaimana sains menjelaskan tentang asal-usul alam semesta? Bagaimana Sains memjelaskan tentang adanya kehidupan atau makhluk hidup?
Unsur-unsur apakah yang bisa membentuk makhluk hidup secara mandiri? Ini adalah beberapa pertanyaan yang mungkin muncul dalam pikiran kita.
Berdasarkan teologi agama-agama, hampir semua agama dan kepercayaan meyakini bahwa alam semesta dan makhluk hidup tidak terjadi secara alamiah, melainkan ada penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan atau Allah itu bersifat kekal, tidak terbatas ruang dan waktu, serta memiliki sifat yang transenden.
Apakah ilmu pengetahuan berlawanan dengan teologi agama-agama tersebut? Sebelum masuk kepada asal-usul alam semesta, apakah mungkin kehidupan itu bisa terbentuk karena peristiwa ilmiah, tanpa ada penciptanya?
Menurut teori Big Bang, pembentukan alam semesta terjadi karena adanya ledakan besar atau ledakan dahsyat yang terjadi milyaran tahun yang lalu. Pada awal kemunculannya, teori ini banyak mengalami penolakan.
Teori ledakan atau dentuman besar yang atau Theory Big Bang adalah teori yang yang menjelaskan tentang pembentukan alam semesta. Menurut teori ini, pada awalnya alam semesta dalam keadaan yang padat dan sangat panas, mengembang secara terus menerus sampai hari ini [1].
Berdasarkan pengukuran pada tahun 2009, keadaan alam semesta bermula sejak 13,7 millar tahun yang lalu, kemudian menjadi referensi sebagai waktu terjadi Big Bang tersebut [1].
Seiring waktu, teori ini terus mengalami perkembangan dan di dukung dengan bukti-bukti ilmiah dan mendapatkan dukungan secara universal.
1. George Lemaitre
George Lemaitre merupakan seorang biarawan khatolik yang dianggap sebagai orang pertama yang mengajukan teori ledakan besar atau ledakan dahsyat mengenai asal-usul terjadinya alam semesta, meskipun ia sendiri menyebutnya sebagai teori atom purba [1].
Bagaimana menurut pendapat kalian? Apakah teori ini dapat menjadi sebuah teori yang sahih yang menjelaskan asal-usul terjadi alam semesta?
Secara umum teori Big Bang terus mengalami perkembangan, sehingga banyak muncul teori-teori yang menjelaskan mengenai asal-usul terjadi alam semesta.
2. Steven Hawking
Steven Howking adalah seorang ilmuwan ternama yang lahir pada tanggal 8 Juni 1942. Ia adalah seorang profesor matematika Lucasion di Uviversity of Cambridge dan juga seorang fisikawan teoritis dan kosmolog.
Ia adalah seorang ilmuwan paling terkenal yang mencoba menjelaskan asal usul alam semesta dengan menjelaskan mengenai lubang hitam dengan teorema singularitas gravitasi dalam kerangka relativitas umum.
Karya ilmiah Hawking yang terkenal ketika bekerja sama dengan Roger Penrose mengenai teorema singularitas gravitasi dalam kerangka relativitas umum, dan prediksi teoritis radiasi yang dipancarkan oleh lubang hitam, umumnya dikenal sebagai radiasi Hawking [2].
Teori tersebut pada awalnya menimbulkan sebuah kontroversial, namun pada akhir 1970-an dan setelah penelitian lebih lanjut dipublikasikan, penemuan ini secara luas dianggap sebagai terobosan besar dalam teori fisika [2].
Hawking pertama kali mengusulkan teori kosmologi, yang dijelaskan dengan penyatuan relativitas umum dan mekanika kuantum [3]. Teori mengenai lubang hitam memang telah menjadi pembahasan dan penelitian oleh para ilmuwan.
Mengenai teori mengenai lubang hitam memang mirip dengan teori ledakan dahsyat (big bang). Lubang hitam merupakan akhir dari dari benda-benda langit atau galaksi yang menua dan pada akhirnya tersedot dalam lubang hitam yang memiliki gaya gravitasi yang sangat kuat.
Benda-benda langit atau galaksi yang berada dilintasan lubang hitam tersebut hancur berkeping-keping dan tidak ada yang lolos, karena kuatnya gravitasi [3].
Kesimpulan
Peristiwa ini juga menjadi asumsi dari teori ledakan atau dentuman dahsyat atau Theory Big bang. Gravitasi lubang hitam yang menyedot benda-benda langit tersebut menyebabkan ledakan yang dahsyat dan pada akhirnya membentuk alam semesta atau mendaur ulang.
Teori-teori mengenail asal-usul alam semesta memang sangat menarik sekali untuk dipelajari, hal ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan mengenai alam semesta.
Yang terpenting adalah pengetahuan tersebut tidak membuat seseorang melawan Tuhan yang empunya kuasa tersebut. Misalnya, Steven Howking pada akhir-akhir hidupnya tidak mempercayai adanya Tuhan.
Menurutnya, surga dan neraka tidak ada, hanya orang-orang yang ketakutan dalam hidup yang berpikir demikian.
Steven mengakui bahwa dirinya adalah seorang atheis. Menurutnya, yang terpenting adalah pengetahuan, karena pengetahuan akan membawa kehidupan manusia menjadi lebih baik.
References:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Ledakan_Dahsyat
- https://en.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking
- Firdaus M Yunus, “Lubang Hitam Akhir Dari Yunus, F. M. (2003). Lubang Hitam Akhir Dari Ornamen Jagad Raya (Pp. 103–110). Jurnal Filsafat. Ornamen Jagad Raya,” 2003.